DASAR-DASAR PERPAJAKAN


A.   TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai dasar-dasar perpajakan di Indonesia secara umum, Anda harus mampu:
1.1  Memahami Dasar Hukum, Defisini Pajak, Fungsi Pajak, Jenis Pajak, Tata Cara dan Sistem Pemungutan Pajak
1.2  Menjelaskan Timbulnya Utang Pajak dan Berakhirnya Utang Pajak
1.3  Menjelaskan Tarif Pajak Penghasilan.

B.   URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
Dasar Hukum, Defisini Pajak, Fungsi Pajak, Jenis Pajak, Tata Cara dan Sistem Pemungutan Pajak

·         Dasar Hukum

Landasan Hukum Perpajakan:
Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.

Hukum pajak dibedakan menjadi 2, yaitu hukum pajak material dan hukum pajak formal. Hukum pajak material memuat tentang pertanyaan APA, SIAPA, dan BERAPA. Contoh hukum pajak material adalah UU PPh (Pajak Penghasilan) dan UU PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Hukum pajak formal memuat tentang ketentuan-ketentuan dalam hukum pajak material dan contohnya terdapat pada UU KUP (Ketentuan Umum Perpajakan). Pertanyaan dalam hukum pajak formal, mengenai BAGAIMANA mewujudkan hukum pajak material.

1.      Hukum Pajak Material

Hukum pajak material dapat juga disebut sebagai ketentuan material dalam perpajakan. Berarti, mengatur hal-hal secara materi dalam perpajakan. Siapa yang dikenakan pajaknya atau siapa subjek pajaknya. Apa objek yang dikenakan pajaknya. Berapakah besar tarif pajaknya dan besarnya pajak yang terutang.

2.      Hukum Pajak Formal

Dalam hukum pajak formal, diatur mengenai ketentuan bagaimana pelaksanaan atau cara untuk mewujudkan hukum pajak material menjadi kenyataan. Dapat dikatakan bahwa hukum pajak material mengatur pajak secara materinya, sedangkan hukum pajak formal adalah ketentuan pajak secara formalnya atau dalam ketentuan-ketentuannya.

Undang-Undang Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dan beberapa kali mengalami amandemen dan perubahan sebagai berikut:
1.      Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991
2.      Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994
3.      Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
4.      Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Setiap warga negara Indonesia yang memiliki penghasilan dan sesuai dengan Undang-Undang No. 36 tahun 2008 maka diwajibkan untuk membayar pajak atas penghasilan bruto yang diperolehnya.

·         Definisi pajak
Secara umum, Pengertian pajak adalah iuran yang dipaksakan oleh penguasa atau pemerintah kepada wajib pajak berdasarkan undang-undang yang digunakan untuk membiayai keperluan penguasa atau pemerintah.
Sementara wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Secara ekonomis ada asumsi bahwa setiap pengeluaran uang yang dilakukan masyarakat umumnya harus diimbangi dengan penerimaan barang atau jasa maupun fasilitas. Asumsi ini secara langsung tidak berlaku pajak. Pajak mempunyai karakteristik tersendiri. Dalam mekanisme pembayaran pajak dana terlebih dahulu masuk dalam proses anggaran (budgeter) yang akan didistribusikan dan digunakan untuk pengadaan maupun penyediaan barang dan jasa publik yang akan dinikmati oleh seluruh masyarakat.

Ada beberapa Pengertian Pajak Menurut Definisi Para Ahli antara lain:

a. Pengertian pajak menurut definisi Prof. Dr. Rochmat Soemitro, mengatakan bahwa pengertian pajak adalah peralihan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin. Surplusnya digunakan untuk investasi pada barang-barang publik. Misalnya, jalan raya dan jembatan.

b. Pengertian pajak menurut definisi Prof. S. I. Djayaningrat, yang mengatakan bahwa pengertian pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberi kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukum, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada balas jasa dari negara.

c. Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, yang telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang No. 9 tahun 1994 dan kemudian diubah lagi ke Undang-Undang No.16 tahun 2000 dan terakhir Undang-Undang No. 28 tahun 2007 dimana pengertian pajak menurut Undang-Undang No. 28 tahun 2007 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutama oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

·         Unsur-Unsur Pajak

Dalam pengertian pajak terdapat unsur-unsur pajak, antara lain sebagai berikut.

1.      Iuran pajak harus berlandaskan peraturan Undang-Undang dan peraturan pengerjaannya.
2.      Pajak digunakan untuk keperluan pengeluaran umum pemerintah (pengeluaran rumah tangga negara) dalam menjalankan serta menyelesaikan fungsi pemerintahan.
3.      Tidak diperbolehkan kontraprestasi atau imbalan dari individual oleh pemerintah.
4.      Sifat pajak bisa dipaksakan, dimana dikarenakan pada suatu kondisi, kejadian, keadaan dan perbuatan yang memberikan suatu kedudukan tertentu kepada seseorang.
5.      Pajak dilakukan oleh negara (baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat).

·         Fungsi Pajak

Pajak mempunyai beberapa fungsi, antara lain sebagai berikut:
1. Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)
Pajak adalah sumber pemasukan keuangan negara yang mengumpulkan dana atau uang ke kas negara untuk membiayai pembangunan nasional atau pengeluaran negara. Jadi bisa dikatakan, fungsi pajak merupakan sebagai sumber pendapatan negara yang memiliki tujuan agar posisi pengeluaran dan pendapatan mengalami keseimbangan.
2. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)
Salah satu fungsi pajak adalah sebagai alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam lapangan sosial dan ekonomi. Fungsi mengatur tersebut antara lain:
-             Pajak bisa digunakan untuk menghambat laju inflasi.
-             Pajak digunakan sebagai alat untuk mendorongnya kegiatan ekspor. Contohnya pajak ekspor barang %.
-             Memberikan proteksi atau perlindungan terhadap barang produksi dari dalam negeri. Contohnya PPN (Pajak Pertambahan Nilai).
-             Untuk mengatur dan menarik investasi modal yang bisa membantu perekonomian yang semakin produktif.
3. Fungsi Pemerataan (Pajak DIstribusi)
Pajak memiliki fungsi pemerataan, maksudnya bisa digunakan untuk menyesuaikan dan menyeimbangkan antara pembagian pendapatan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat.
4. Fungsi Stabilisasi
Pajak bisa digunakan untuk menstabilkan kondisi dan keadaan ekonomi. Contohnya dengan menetapkan pajak yang cukup tinggi, pemerintah bisa mengatasi inflasi. Sebab jumlah uang yang beredar bisa dikurangi. Serta untuk mengatasi kelesuan ekonomi atau deflasi, pemerinrtah bisa menurunkan pajak. Selain itu, dengan menurunkan pajak, jumlah uang yang beredar bisa ditambah sehingga deflasi bisa diatasi.

·         Jenis-jenis Pajak

Jenis pajak itu bisa bagi berdasarkan sifat, instansi pemungut, objek pajak serta subjek pajak.

·         Pajak Berdasarkan Golongannya

Dilihat dari golongannya, pajak dibagi menjadi dua jenis, yakni pajak tidak langsung dan pajak langsung.

1. Pajak Tidak Langsung (Indirect Tax)

Pajak tidak langsung merupakan pajak yang diberikan pada wajib hanya bila wajib pajak melakukan peristiwa atau perbuatan tertentu. Oleh sebab itu, pajak tidak langsung tidak dapat dipungut secara berkala, pajak hanya dapat dipungut bila terjadi peristiwa atau perbuatan tertentu yang menyebabkan kewajiban membayar pajak. Salah satu contoh dari pajak tidak langsung adalah pajak penjualan atas barang mewah. Pajak jenis ini hanya dapat diberikan, bila ada wajib pajak yang melakukan penjualan barang mewah.

2. Pajak Langsung (Direct Tax)

Pajak langsung merupakan pajak yang diberikan secara berkala pada wajib pajak berlandaskan surat ketatapan pajak yang dibuat oleh kantor pajak. Intinya adalah surat ketetapan pajak didalamnya terdapat berapa besar pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Nah, pajak langsung itu harus dipikul oleh seseorang yang terkena wajib pajak, karena pajak ini tidak dapat dialihkan kepada pihak yang lain, lain halnya dengan pajak tidak langsung yang pajaknya dapat dialihkan kepada pihak lain. Salah satu contoh pajak langsung adalah PBB (Pajak Bumi dan Penghasilan) serta pajak penghasilan.
Pajak Berdasarkan Instansi Pemungut

·         Berdasarkan Sifat :

1. Pajak Subjektif :
Pajak yang memperhatikan keadaan Wajib Pajak. Dalam menentukan pajaknya, harus ada alasan objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya. Contoh : Pajak Penghasilan Oranf Pribadi.

2. Pajak Objektif :
Pajak yang pada awalnya memerhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subjeknya.

·         Menurut lembaga pemungutan pajak dibagi 2 yaitu pajak pajak daerah dan pajak negara

1. Pajak Daerah (lokal)

Pajak daerah (lokal) merupakan pajak yang diambil oleh pemerintah daerah serta terbatas pada rakyat daerah itu sendiri, baik yang dilakukan oleh pemda Tingkat II ataupun pemda tingkat I. Adapun contohnya antara lain: Pajak televisi, pajak radio, pajak hotel, pajak hiburan, pajak restoran dan masih banyak yang lainnya.

2. Pajak Negara (pusat)

Pajak negara merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah melalui instansi terkait, seperti Dirjen Pajak, Dirjen Bea dan Cukai, maupun kantor inspeksi pajak yang tersebar di seluruh Indonesia. Adapun contoh-contohnya adalah: Pajak pertambahan nilai, pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak penjualan atas barang mewah dan masih banyak yang lainnya.

·         Tata Cara Pemungutan Pajak

1.      Stelsel Nyata/Riil
Yaitu pengenaan  pajak didasarkan pada (objek penghasilan nyata) sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui Kelebihan : pajak dikenakan lebih realistis, Kelemahan : pajak baru dikenakan pada akhir periode

2.      Stelsel Anggapan
Pengenalan pajak didasarkan pada suatau anggapan yang diatur oleh undang-undang. Kelebihan : pajak dapat dibayar selama tahun berjalan,tan[a harus menunggu sampai akhir tahun. Kelemahan : pajak dibayarkan tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya.

3.      Stelsel Campuran
Pada awla tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,kemudian pada akhir tahun pembayaran didasarkan dan disesuaikan dengan keadaan sebenarnya.
·         Sistem Pemungutan Pajak

a.       Official Assesment system
Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah/fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak

ciri-ciri :
a.wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus
b.wajib pajak bersifat pasif
c.Utang pajak yang timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus

b.      Self Assesment System
suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada wajib pajak untuk menentukan sendiri besar pajak yang terutang.

ciri-ciri :
wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada wajib pajak sendiri, wajib pajak aktif, mulai menghitung,menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, fiskus hanya mengawasi dan tidak campur tangan.

c.       With Holding System
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga, bukan foskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan untung menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak.

ciri-ciri :
wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga

Tujuan Pembelajaran 1.2:
Menjelaskan Timbulnya Utang Pajak dan Berakhirnya Utang Pajak

Terdapat dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
1. Ajaran Formil
utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada officila assessment system.

2. Ajaran materil
utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada Self Assessment System.

Dihapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal:
1.    Pembayaran
Utang pajak yang melekat pada wajib pajak akan hapus karena pembayaran yang dilakukan ke kas Negara.
Pembayaran secara lunas dalam bentuk sejumlah uang yang dilakukan oleh wajib pajak, penanggung pajak, atau kuasa hukumnya merupakan faktor yang menyebabkan berakhirnya utang pajak. Sebagaimana ditegaskan oleh Rochmat Soemitro (1988;45), yang diwajibkan membayar utang pajak adalah wajib pajak, yakni subjek pajak yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Akan tetapi, pembayaran pajak dapat pula dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dengan ketentuan bahwa pihak ketiga tersebut bertindak atas nama wajib pajak (bahkan tidak perlu ada persetujuan atau surat kuasa khusus dari wajib pajak, karena menguntungkan wajib pajak/tidak merugikan wajib pajak) dengan maksud untuk membebaskan wajib pajak dari perikatan pajak.
Pembayaran adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh wajib pajak, penanggung pajak, atau kuasa hukumnya untuk mengakhiri utang pajaknya dengan cara membayar dalam bentuk sejumlah uang ke kas negara. Dalam hubungan ini Santoso Brotodihardjo (1995;125) mengemukakan bahwa dalam hubungan dengan hukum pajak yang dimaksud ialah pembayaran dengan mata uang, bahkan lebih tegas lagi, dengan mata uang dari negara yang memungut pajak ini, jadi untuk negara kita dengan rupiah karena jumlah uang pajak ditentukan dalam mata uang rupiah pula. ]adi, jika ada utang pajak dibayar dengan uang asing (seperti halnya di Nederland dibayar kepada pejabat pajak Indonesia dengan uang gulden), ini harus ditafsirkan bahwa pejabat pajak telah berkenan mengizinkan demikian. Perlu ditekankan bahwa pembayaran untuk melunasi utang pajak ini harus dilakukan di kas negara dan tidak boleh pada pejabat pajak, termasuk petugas pajak lainnya.
UU KUP secara tegas mengatur bahwa pajak dapat dibayar lunas melalui pos wesel dan jika hal ini dilakukan, menurut Rochmat Soemitro (1988;44-45), wajib diperhatikan hal-hal sebagai berikut. Pos wesel wajib dialamatkan kepada Kepala Kantor Kas Negara, dan dalam pos wesel wajib dengan jelas disebut nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak, jenis dan tahun pajak, besarnya pembayaran pajak. Pembayaran pajak melalui pos wesel yang dialamatkan kepada pejabat pajak adalah tidak benar karena pejabat pajak dilarang dan tidak berhak menerima pembayaran pajak dalam bentuk apa pun. Lebih lanjut dikatakan oleh Rochmat Soemitro (1988;45-46) bahwa pembayaran lazimnya dilakukan oleh debitur (wajib pajak yang bersangkutan).
Dalam pajak langsung, dilakukan oleh wajib pajak yang namanya tercantum pada surat ketetapan pajak. Utang pajak tidak langsung, seperti Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Meterai, Bea Masuk dan Cukai pembayarannya wajib dilakukan oleh wajib pajak yang ditentukan oleh Undang-undang Pajak (tanpa diketahui siapa namanya) seperti pengguna dokumen dan pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau pemberi jasa kena pajak, yang selanjutnya diberi hak oleh Undang-undang Pajak untuk melimpahkan pajak (yang telah dibayar itu) kepada pihak ketiga (pembeli atau konsumen). ]adi, alam pajak tidak langsung, pembayaran pajak harus diartikan lebih lanjut, yaitu siapa yang bertanggung jawab atas pembayarannya (artinya dikenakan denda apabila pajak tidak dibayar) dan siapa yang akhirnya harus memikul beban pajak. ]adi, dalam pajak tidak langsung, orang yang membayar pajak/yang menanggung pembayarannya, dan orang yang memikul pajaknya, terdapat pada dua orang yang berlainan. Sementara itu, dalam pajak langsung, baik yang membayar/menanggung pajak dan orang yang memikul beban, ada pada satu orang yang sama.
2.    Pembayaran dengan cara lain
Pelunasan pajak tidak selalu dilakukan dengan cara membayar dalam bentuk uang, tetapi Undang-undang Pajak memperkenankan pembayaran dengan cara lain. Dalam ani, pembayaran yang digunakan oleh wajib pajak bukan dalam bentuk uang melainkan dengan cara suatu perbuatan hukum yang diperkenankan dalam hukum pajak . Dengan demikian, pembayaran dengan cara lain (tidak menggunakan uang sebagai alat bayar) tidak merupakan suatu pelanggaran hukum karena diperkenankan oleh Undang-undang Pajak.
Sebagaimana dikatakan oleh Rochmat Soemitro (1988;58), pembayaran pajak dalam bentuknatura pad a masa kini tidak lazim lagi. Pembayaran pajak tidak selalu dilakukan dengan membayar sejumlah uang ke kas negara. Ada cara pembayaran lain, seperti terdapat pada UU BM. Dalam UU BM, pajak tidak dibayar dengan sejumlah uang, melainkan dengan menggunakan kertas meterai atau meterai tempel sesuai dengan ketentuan yang diatur dalamUU BM.Ketentuan dalam UU BMmen entukan bagaimana caranya menggunakan kertas meterai atau meterai tempel itu sehingga kertas meterai atau meterai tempel itu setelah dipakai tidak lagi dapat dipakai untuk kedua kalinya.
Kemudian, dikatakan lagi oleh Rochmat Soemitro (1988;59) bahwa cara lain lagi ialah "nazegeling" atau "perneteraian kembali", untuk dokumen/tanda yang ternyata besarnya tidak atau kurang dibayar dengan menunjukkan dokumen itu kepada pegawai kantor pos untuk dibubuhi meterai, yang kemudian dicap dengan stempel kantor pas. Pada pemeteraian kembali itu , denda yang terutang untuk pelanggaran itu harus sekalian dibayar, kalau tidak pegawai kantor pos tidak akan melakukan "nazegeling" tersebut.



3.    Kompensasi
Keputusan yang ditujukan kepada kompensasi utang pajak dengan tagihan seseorang di luar pajak tidak diperkenankan. Oleh karena itu kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang diterima wajib pajak sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak lainnya yang terutang.
Hukum pajak mengenal pula cara lain untuk berakhirnya utang pajak dalam bentuk kompensasi, yang dilakukan oleh wajib pajak dengan pejabat pajak selaku penagih pajak . Kelebihan pembayaran pajak dapat terjadi karena berbagai hal, seperti perubahan Undang-undang Pajak, kekeliruan pembayaran, adanya pemberian pengurangan, dan sebagainya. Oleh karena itu, kelebihan pembayaran pajak merupakan hak wajib pajak dan dapat dikreditkan. Setelah wajib pajak memperhitungkan kredit pajak dengan utang pajak yang timbul, ternyata terdapat kelebihan pembayaran pajak yang dapat dikompensasi dengan utang pajak yang timbul di masa mendatang.
Kredit pajak dalam UU PPh terjadi karena kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh wajib pajak. Kredit Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam surat tagihan pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, dikurangkan dari pajak yang terutang. Kredit pajak yang terjadi pada Pajak Penghasilan yang dapat dikompensasi dengan utang pajak yang timbul dari Pajak Penghasilan adalah:
a.    pemotongan pajak atas penghasilan dari
pekerjaan;
b.    pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha;
c.    pemotongan pajak atas penghasilan berupa bunga, dividen, royalti, sewa, dan imbalan lainnya;
d.    pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri;
e.    pemotongan pajak atas penghasilan yang bersumber di
Kompensasi sebagai upaya untuk mengakhiri utang pajak wajib diajukan oIeh wajib pajak kepada pejabat pajak mengingat kompensasi hanya dapat dilakukan kalau terdapat kelebihan pembayaran pajak dengan   utang pajak yang timbul pada tahun pajak yang berjalan atau pada tahun pajak di masa depan. Utang pajak tidak boleh dikompensasikan dengan utang biasa karena utang pajak berada dalam konteks hukum publik, sedangkan utang biasa berada dalam konteks hukum privat.

4.    Daluwarsa
Daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan. Hak untuk melakukan penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan. Hal ini untuk memberikan kepastian hokum kapan utang pajak tidak dapat ditagih lagi. Namun, daluwarsa penagihan pajak tertangguh, antara lain apabila diterbitkan surat teguran dan surat paksa.

5.    Pembebasan
Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya tetapi karena ditiadakan. Pembebasan umunya tidak diberikan terhadap pokok pajaknya, tetapi terhadap sanksi administrasi.
Utang pajak dapat pula berakhir karena pembebasan sebab pembebasan merupakan sarana hukum pajak untuk melepaskan tanggung jawab wajib pajak berupa membayar pajak. Pembebasan hanya diperuntukkan terhadap wajib pajak yang secara nyata dikenakan pajak, tetapi tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang undang Pajak untuk diberikan pembebasan. Sekalipun dernikian, wajib pajak tetap wajib menaati Undangundang Pajak yang memberikan pembebasan sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum yang berakibat dapat dikenakan sanksi hukum pajak.

6.    Penghapusan / Peniadaan
Penghapusan utang pajak sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikannya karena keadaan keuangan wajib pajak.
Peniadaan juga merupakan cara untuk mengakhiri utang pajak, sebagaimana dikatakan oIeh Rochmat Soemitro (1988;49-50) bahwa peniadaan sebagai upaya untuk mengakhiri utang pajak dikenaI dalam hukum pajak. Pajak yang terutang hanya dapat ditiadakan karena alasan tertentu, umpamanya karena sawah kena musibah bencana alam (banjir, serangan hama, dan sebagainya) atau karena dasar penetapannya tidak benar. Dengan peniadaan utang ini, perikatan pajak menjadi berakhir sehingga wajib pajak tidak Iagi mempunyai kewajiban membayar pajak yang terutang. Dalam konteks ini, wajib pajak sangat diharapkan berperan serta untuk memohon kepada pejabat pajak agar utang pajak yang dimiliki boleh ditiadakan dengan pertimbangan-pertimbangan yang dapat diterima oIeh pejabat pajak. Tatkala permohonan dikabulkan, wajib pajak tidak Iagi memiliki utang pajak atau hanya sebagian yang harus dibayar karena pengurangan tidak secara keseluruhan. Peniadaan utang pajak hanya dapat terjadi karena berdasarkan permohonan wajib pajak yang dikabulkan oIeh pejabat pajak dapat berupa sebagai berikut.
a.    Peniadaan sebagian utang pajak adalah perbuatan hukum oIeh pejabat pajak untuk melakukan pengurangan atas sejumlah utang pajak yang seyogianya dibayar.
b.    Peniadaan secara keseluruhan utang pajak adalah perbuatan hukum oIeh pejabat pajak untuk meniadakan seluruh utang pajak yang seharusnya dibayar.

Tujuan Pembelajaran 1.3:
Menjelaskan Tarif Pajak Penghasilan

Dalam pemungutan pajak, terdapat beberapa jenis tarif pajak yang dikenal, antara lain:
1. Tarif Progresif (a progressive tax rate)
2. Tarif Proporsional (a proportional tax rate)
3. Tarif Degresif (a degressive tax rate)
4. Tarif Tetap (a fixed tax rate)
5. Tarif Advalorem
6. Tarif spesifik
7. Tarif Efektif

1. Tarif Progresif
Tarif progresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar. Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Tarif pajak Progresif Progresif
Tarif pajak Progresif Progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.

b. Tarif pajak Progresif Proporsional
Tarif pajak Progresif Proporsional adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu tetap.

c. Tarif pajak Progresif Degresif
Tarif pajak Progresif Degresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali menurun.
Contoh tarif pajak progresif adalah tarif untuk Pajak Penghasilan Orang Pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Tabel 7.1 Tarif Pajak Orang Pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a

0 Sampai dengan Rp50.000.000,00    tarif5 %
Di atas Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00 tarif 15 %
Di atas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00 tarif 25 %
Di atas Rp500.000.000,00 tarif 30 %
Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri tersebut termasuk tarif progresif degresif.

2. Tarif Degresif
Tarif degresif merupakan kebalikan dari tarif progresif. Tarif degresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Namun, tidak berarti jika persentasenya semakin kecil kemudian jumlah pajak yang terutang juga menjadi kecil. Akan tetapi malah bisa menjadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar.

Pajak yang terutang
Rp10.000.000,- x 15% = Rp1.500.000
Rp25.000.000,-x 13% =  Rp3.250.000
Rp50.000.000,-x 11% = Rp5.500.000
Rp60.000.000,-x 10% = Rp6.000.000
Jumlah pajak terutang
Rp16.250.000

3. Tarif Proporsional
Tarif proporsional tidak lagi dipengaruhi oleh naik turunnya dasar objek yang dikenakan pajak, karena tarifnya telah berlaku secara sebanding. Tarif proporsional adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Semakin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar). Tarif ini diterapkan dalam UU No. 18 Tahun 2000 (UU PPN dan PPnBM) yang menggunakan tarif proporsional sebesar 10%.

Pajak yang terutang
a. Rp15.000.000,- x 10% =Rp1.500.000,-
b. Rp25.000.000,-x 10% = Rp2.500.000,-
c. Rp40.000.000,-x 10% = Rp4.000.000,-
d. Rp60.000.000,- x 10% =Rp6.000.000,-

4. Tarif Tetap
Tarif tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Tarif ini diterapkan dalam UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM). Dengan adanya PP No. 24 Tahun 2000, tarif yang digunakan adalah Bea Meterai dengan nilai nominal sebesar Rp3.000,00 dan Rp6.000,00.

5. Tarif Advalorem
Tarif advalorem adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang dikenakan/ ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang.
Misalnya PT XZY mengimpor barang jenis „A? sebanyak 1500 unit dengan harga per unit Rp100.000,00. Jika tarif Bea Masuk atas Impor Barang tersebut 20%, maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah:
Nilai Barang Impor = 1500 x Rp100.000 = Rp150.000.000
Tarif Bea Masuk 20%, maka
Bea Masuk yang harus dibayar = 20% x Rp150.000.000
= Rp30.000.000

6. Tarif Spesifik
Tarif spesifik adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu.
Misalnya PT ABC mengimpor barang jenis „Z? sebanyak 1500 unit dengan harga per unit Rp100.000. Jika tarif Bea Masuk atas impor barang Rp10.000 per unit, maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah:
Jumlah Barang Impor = 1500 unit
Tarif Bea Masuk Rp10.000, maka
Bea Masuk yang harus dibayar = Rp10.000 x 1500
= Rp15.000.000

7. Tarif Efektif
Tarif efektif adalah tarif dimana jumlah pajak yang dibayarkan dibandingkan dengan jumlah penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak.
Contoh: Tuan Andi mempunyai penghasilan kena pajak selama tahun 2008 sebesar Rp750.000.000. Hitung besarnya pajak yang harus dibayar!

a. Dengan tarif progresif menurut UU No. 17 Tahun 2000
5% x Rp25.000.000 = Rp 1.250.000
10% x Rp25.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp50.000.000 = Rp 7.500.000
25% x Rp100.000.000 = Rp 25.000.000
35% x Rp550.000.000 = Rp 192.500.000
Jumlah pajak terutang Rp 228.750.000

b. Dengan tarif efektif
228.750.000 x 100% = 30,5%
750.000.000
Jika tarif efektif 30,5% tersebut dikalikan penghasilan kena pajak, maka akan dihasilkan jumlah pajak yang sama jika digunakan tarif progresif dalam perhitungannya.




C.    SOAL LATIHAN/TUGAS
1.      Apa yang menjadi landasan hukum dari pajak penghasilan di Indonesai?
2.      Apa yang dimaksud dengan pajak?
3.      Jelaskan fungsi dari pajak?
4.      Apa yang menyebabkan timbulnya hutang pajak dan kapan berakhirnya hutang pajak?
5.      Sebutkan jenis-jenis dari tarif pajak yang berlaku di Indonesia!

























D.    DAFTAR PUSTAKA
Buku

Siti Resmi. 2016. Buku 1: Edisi 9. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

Waluyo.2013. Buku I: Edisi 11. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Mardiasmo.2013. Edisi Revisi. Perpajakan. Yogyakarta : penerbit Andi.

Undang-Undang No. 36 Tahun 2008.Pajak Penghasilan.


Link and Sites:

Isroah.2016. Buku Perpajakan (On-line) http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Isroah,%20Dra.%20M.Si./BUKU%20PERPAJAKAN.pdf. diakses tanggal 22 Agustus 2016


GLOSARIUM

Tarif, yaitu (biaya yang harus dibayar) adalah pungutan yang dikenakan terhadap barang ketika masuk atau keluar batas negara. Tarif biasanya dihubungkan dengan proteksionisme, kebijakan ekonomi yang membatasi perdagangan antarnegara.

Utang, adalah Kewajiban suatu badan usaha / perusahaan kepada pihak ketiga yang dibayar dengan cara menyerahkan aktiva atau jasa dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat dari transaksi di masa lalu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perhitungan PPh Pasal 21 Atas Honorarium Tenaga Ahli Yang Diterima Secara Berkesinambungan

Perhitungan Pph Pasal 22 Atas Bendaharawan Pemerintah Dan Industri Tertentu Yang Ditunjuk Sebagai Pemungut

PPh Pasal 4 Ayat 2 (Umum /Perhitungan)