PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan)


A.   TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan), Anda harus mampu:
1.1  Memahami Definisi PPh Pasal 25, Subjek PPh Pasal 25 dan Tarif PPh Pasal 25
1.2  Memahami Perhitungan pajak terhutang untuk perusahaan yang go publik
1.3  Menghitung kredit pajak
1.4  Menghitung PPh Pasal 25

B.   URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
Memahami Definisi PPh Pasal 25, Subjek PPh Pasal 25 dan Tarif PPh Pasal 25

·         Definisi PPh Pasal 25

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut Undang-Undang PPh) pada pasal 25 mengatur penghitungan angsuran Pajak Penghasilan.Ketentuan ini mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan. Pasal 25 ayat 1 Undang-Undang PPh menjelaskan ketentuan besarnya angsuran PPh yaitu: “Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:

a.       Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
b.      Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak."

PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, setelah dikurangi dengan PPh yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain dan PPh yang terutang/dibayar diluar negeri yang dapat dikreditkan; dibagi 12 (dua belas)

Bagi wajib pajak yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan (Wajib Pajak baru), besarnya Angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).

Batas waktu pembayaran PPh pasal 25 adalah setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Apabila tanggal 15 jatuh pada hari libur, maka pembayaran Phh Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedangkan batas untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah 20 hari setelah berakhirnya masa pajak (tgl 20 bulan berikutnya). Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Hari libur meliputi hari libur nasional dan hari-hari yang ditetapkan sebagai hari cuti bersama oleh pemerintah.

Bagi Wajib Pajak Badan selain yang bergerak dibidang usaha pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, apabila melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan wajib menyetor PPh yang terutang atas pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. Besarnya PPh yang terutang adalah 5% dari nilai tertinggi antara nilai transaksi dengan nilai NJOP. PPh yang terutang atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan merupakan uang muka pajak yang dapat dikreditkan dalam PPh Badan pada akhir tahun Setelah berakhirnya tahun pajak, Wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT Tahunan (SPT Tahunan PPh Badan – SPT 1771). SPT Tahunan paling lambat disampaikan 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak/tahun buku.

Definisi atau pengertian PPh Pasal 25 Menurut Waluyo dan Wirawan B. Ilyas dalam buku yang berjudul Perpajakan Indonesia, menyatakan bahwa PPh Pasal 25 adalah:

“Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulannya dalam tahun pajak berjalan. Dan angsuran pajak penghasilan pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terhutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan”.(2002,;204)

Sedangkan definisi PPh Pasal 25 menurut Siti Resmi dalam buku yang berjudul Perpajakan: Teori dan Kasus, menyatakan bahwa PPh Pasal 25 adalah:

“Pajak Penghasilan Pasal 25, selanjutnya disebut PPh Pasal 25, merupakan angsuran merupakan angsuran yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang 7 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Tujuan Pembayaran angsuran setiap bulan itu sendiri dimaksudkan untuk meringankan beban pajak dalam membayar pajak terutang (2003;74)
Pengertian PPh Pasal 25 # Subyek Pajak Badan

Definisi atau pengertian subyek pajak badan menurut Mardiasmo, dalam buku yang berjudul Perpajakan. Menyatakan bahwa subyek pajak badan adalah:

“Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), dan Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, koperasi dana pensiun, persekutuan, perkumpulan , yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.”(2003;105-106)

Subjek Pajak Badan merupakan perusahaan dengan penghasilan yang telah melebihi Penghasilan Kena Pajak (PKP), yang perhitungan pemungutan pajaknya telah ditetapkan dengan Undang-Undang, dan Wajib Pajak nya harus mematuhi peraturan, yang wajib dan memaksa, tanpa dikenakan imbalan secara langsung. Hasilnya digunakan untuk kemakmuran rakyat.

·         Subjek Pajak Badan PPh Pasal 25

Subyek Pajak Badan dibedakan menjadi:

a. Subyek Pajak Dalam Negeri

Definisi atau pengertian subjek pajak dalam negeri menurut Mardiasmo, dalam buku yang berjudul Perpajakan. Menyatakan bahwa subyek pajak dalam negeri adalah:

“Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Kewajiban pajak subyektifnya dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat badan tersebut dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.” (2003;106)

Merupakan perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia, menerima penghasilan dari Indonesia dan dari luar Indonesia, dengan peraturan dan tata cara perpajakan yang disahkan di Indonesia. Dan wajib menyampaikan SPT tahunan.

b. Subyek Pajak Badan Luar Negeri

Definisi atau pengertian subjek pajak luar negeri menurut Mardiasmo, dalam buku yang berjudul Perpajakan. Menyatakan bahwa subjek pajak dalam negeri adalah:

“Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh atau menerima penghasilan di Indonesia baik melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) maupun tidak.” (2003;106)

Merupakan perusahaan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, menerima penghasilan dari Indonesia dengan peraturan dan tata cara perpajakan yang disahkan di Indonesia, dengan perjanjian dengan negara asal Perusahaan tersebut.

·         Ketentuan Tarif dan Fasilitas PPh Badan

a.     Pasal 17 ayat 1 huruf b
Pada dasarnya tarif PPh Badan menganut tarif tunggal  yaitu sebesar 28%. Tarif ini berlaku pada tahun 2009 kemudian diturunkan menjadi 25% pada tahun 2010. Tarif PPh Badan sebesar 25% efektif berlaku untuk tahun 2010 dan seterusnya. Tarif ini diterapkan kepada Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap.


b.     Pasal 17 ayat 2b
Tarif ini diterapkan pada wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka  yang memperoleh pengurangan tarif sebesar 5% lebih rendah dari tarif normal. Untuk mendapatkan fasilitas pengurangan tarif ini Wajib Pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

·         paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor dicatat untuk diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
·         Saham sebagaimana dimaksud point a harus dimiliki oleh paling sedikit oleh 300 (tiga ratus) Pihak.
·         Masing-masing Pihak sebagaimana dimaksud dalam point b hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% (lima persen) dari keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor penuh
·         Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c harus dipenuhi dalam waktu paling singkat 183 (seratus delapan puluh tiga) hari kalender dalam jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.

c.   Tarif PPh Wajib Pajak Tertentu
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Ketentuan-ketentuan Pasal 31 E UU No. 36 tahun 2008 sebagai berikut:   
a.       Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang- Undang Pajak Penghasilan dilaksanakan dengan cara self assessment pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, sehingga Wajib Pajak badan dalam negeri tidak perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut.
b.      Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak luar negeri, sehingga tidak mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
c.       Batasan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) adalah sebagai batasan maksimal peredaran bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri untuk dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
d.      Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan merupakan semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi:
1)      penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final;
2)      penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final; dan
3)      penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
e.       Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut bukan merupakan pilihan, sehingga bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang memiliki akumulasi peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada huruf d di atas sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri tersebut wajib mengikuti ketentuan pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
f.       Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan ini berlaku untuk penghitungan Pajak Penghasilan Terutang atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final.
g.      Untuk menghitung besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan, Wajib Pajak badan dalam negeri yang telah memenuhi persyaratan fasilitas pengurangan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan wajib menggunakan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Ketentuan Perhitungan Pasal 31E:
a. 
Peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,-
PPh terutang = 50% x 25% x Seluruh PKP
   
b.
Peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,-
sampai dengan Rp 50.000.000.000,-
PPh terutang  :
Description: traif1

PKP dari bagian bruto yang memperoleh fasilitas:

Rp 4,8 Miliar        
  x PKP
Peredaran Bruto

PKP dari bagian bruto yang tidak memperoleh fasilitas :
Keseluruhan PKP – PKP yang memperoleh fasilitas




Tujuan Pembelajaran 1.2:
Memahami Perhitungan pajak terhutang untuk perusahaan yang go publik

        Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, penghitungannya diatur pada Pasal 5 PMK 208/ PMK.03/ 2009 yaitu sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12.

Contoh penghitungan:

        PT ACI Tbk berdasarkan laporan keuangan berkala bulan Januari - Juni 2014 diketahui sbb:
Peredaran Bruto Januari-Juni 2014               Rp 60.000.000.000,00
Laba Fiskal Januari - Juni 2014                     Rp 20.000.000.000,00
PPh pasal 22 impor tahun 2013                    Rp 100.000.000,00
PPh pasal 23 dipungut pihak lain 2013         Rp 70.000.000,00
PPh Pasal 24 tahun 2013                             Rp 300.000.000,00

Penghitungan angsuran PPh pasal 25 pada bulan setelah penyampaian laporan berkala adalah :
Peredaran bruto setahun 2 x Rp 50.000.000.000,00 = Rp 100.000.000.000,00.
Karena peredaran bruto setahun di atas Rp 50.000.000.000,00, maka terhadap PT ACI tidak mendapat fasilitas pasal 31 E Undang-Undang PPh dalam menghitung Pajak Penghasilan terutang.
Laba Fiskal Januari-Juni 2014                     Rp 20.000.000.000,00
Laba Fiskal tahun 2014 (setahun)               Rp 40.000.000.000,00
PPh Terutang :
25% x Rp 40.000.000.000,00 =                   Rp 10.000.000.000,00
Kredit Pajak:
PPh pasal 22 impor tahun 2013                   Rp 100.000.000,00
PPh pasal 23 dipungut pihak lain 2013        Rp 70.000.000,00
PPh Pasal 24 tahun 2013 sebesar              Rp 300.000.000,00
Jumlah Kredit Pajak                                    Rp 470.000.000,00
PPh Badan yang harus bayar sendiri          Rp 9.530.000.000,00
Angsuran PPh pasal 25 bulan Juli sampai Desember 2014 : Rp 9.530.000.000,00 / 12 = Rp 794.166.666,00

Contoh 2:
Pada tahun 2015 saham PT. Y Tbk. yang disetor dicatat untuk diperdagangkan dibursa efek di Indonesia sebesar 60%. Saham yang disetor dicatat untuk diperdagangkan dibursa efek di Indonesia tersebut dimiliki oleh 400 pihak. Diantara 400 pihak, Masing-masing pihak persentase kepemilikannya tidak melebihi 5%, Kondisi tersebut terjadi selama 190 (seratus delapan puluh dua) hari dalam 1 (satu) tahun pajak.
PT. Y Tbk memenuhi syarat, sehingga PT. Y Tbk memperoleh fasilitas penurunan tarif.
Jumlah PKP dalam tahun pajak 2015 Rp 1, 25 Miliar
PPh yang terutang = (25% - 5%) x Rp1,25 Miliar = Rp 250 Juta


Tujuan Pembelajaran 1.3:
Menghitung Kredit Pajak

Contoh:
PT Bank X berdasarkan laporan keuangan triwulan Januari - Maret 2014 diketahui memperolah laba fiskal sebesar Rp5.000.000.000,00. PPh Pasal 24 tahun 2013 sebesar Rp400.000.000,00.
Hitunglah jumlah angsuran PPh pasal 25 pada triwulan II (April – Juni 2014).
Jawaban:
Penghitungan angsuran PPh pasal 25 pada triwulan II (April – Juni 2014) didasarkan pada laporan keuangan triwulan terakhir yaitu triwulan I (Januari-Maret 2014).
Diasumsikan bahwa peredaran bruto triwulan I setahun di atas Rp 50.000.000.000,00, maka terhadap PT Bank X tidak mendapat fasilitas pasal 31 E Undang-Undang PPh dalam menghitung Pajak Penghasilan terutang.
Laba Fiskal yang disetahunkan : 4 x Rp5.000.000.000,00 = Rp 20.000.000.000,00
PPh Terutang : 25% x Rp20.000.000.000,00 = Rp5.000.000.000,00
Kredit Pajak Pasal 24 tahun 2013 (Rp 400.000.000,00)
PPh yang harus dibayar sendiri Rp4.600.000.000,00
Angsuran PPh pasal 25 bulan April 2014 : Rp4.600.000.000,00 / 12 = Rp 383.333.333,00

Selanjutnya penghitungan angsuran PPh pasal 25 pada triwulan III (Juli-September) didasarkan pada laporan keuangan triwulan II (April-Juni).







Tujuan Pembelajaran 1.4:
Menghitung PPh Pasal 25

Contoh penghitungan:
Contoh 1:
Jumlah Peredaran Bruto Tahun 2015 Rp 54.000.000.000,-
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Tahun 2015 Rp 4.000.000.000,-
PPh Badan Terutang = 25% x Rp 4.000.000.000,- = Rp Rp 1.000.000.000,-

Contoh 2:
Total peredaran bruto PT A dalam Tahun Pajak 2015 sebesar Rp4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah).
Rinciannya adalah sebagai berikut:
a.
Peredaran bruto dari penghasilan yang:
1.
Dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013
Rp2.500.000.000,00
2
Dikenai PPh bersifat final atas jasa konstruksi
Rp1.500.000.000,00
3
Dikenai PPh tidak bersifat final 
Rp   500.000.000,00

Jumlah
   
Rp4.500.000.000,00
b.
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang:
1.
Dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013
(Rp2.300.000.000,00)
2
Dikenai PPh bersifat final atas jasa konstruksi 
(Rp1.300.000.000,00)
3
Dikenai PPh tidak bersifat final 
(Rp   400.000.000,00)

Jumlah
 
(Rp4.000.000.000,00)
 
c.
Jumlah penghasilan neto
 
Rp   500.000.000,00
 
d.
Koreksi fiskal :
1)
Peredaran bruto dari penghasilan yang dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013
(Rp2.500.000.000,00)
2)
Peredaran bruto dari penghasilan yang dikenai PPh bersifat final atas jasa konstruksi
(Rp1.500.000.000,00)
3)
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenai PPh bersifat final berdasarkan
PP Nomor 46 Tahun 2013

Rp2.300.000.000,00
4)
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dari penghasilan yang dikenai PPh
bersifat final atas jasa konstruksi 

Rp1.300.000.000,00

Jumlah
 
(Rp   400.000.000,00)
e.
f.
g.
Jumlah penghasilan neto setelah koreksi fiskal 
Rp   100.000.000,00
Kompensasi kerugian
Rp                 0,00
Penghasilan Kena Pajak
Rp   100.000.000,00
  
Penghitungan Pajak Penghasilan terutang:

Seluruh Penghasilan Kena Pajak dikenai tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT A tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak 2015:
50% x 25% x Rp100.000.000,00 = Rp12.500.000.00


Contoh penghitungan
3 :

Total peredaran bruto PT B dalam Tahun Pajak 2015 sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Rinciannya adalah sebagai berikut:
a.
Peredaran bruto dari penghasilan yang:
1.
Dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013
Rp4.500.000.000,00
2
Dikenai PPh bersifat final atas jasa konstruksi 
Rp   500.000.000,00
3
Dikenai PPh tidak bersifat final
Rp1.000.000.000,00

Jumlah
Rp6.000.000.000,00
b.
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang:
1.
Dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013
(Rp4.000.000.000,00)
2
Dikenai PPh bersifat final atas jasa konstruksi 
(Rp   200.000.000,00)
3
Dikenai PPh tidak bersifat final 
(Rp   800.000.000,00)

Jumlah
   
(Rp5.000.000.000,00)
c.
Jumlah penghasilan neto
Rp1.000.000,000,00
d.
Koreksi fiskal :
1)
Peredaran bruto dari penghasilan yang dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013
(Rp4.500.000.000,00)
2)
Peredaran bruto dari penghasilan yang dikenai PPh bersifat final atas jasa konstruksi 
(Rp   500.000.000,00)
3)
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP
Nomor 46 Tahun 2013
Rp4.000.000.000,00
4)
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dari penghasilan yang dikenai PPh bersifat
final atas jasa konstruksi
Rp   200.000.000,00

Jumlah
 
(Rp   800.000.000,00)
e.
f.
g.
Jumlah penghasilan neto setelah koreksi fiskal
Rp    200.000.000,00
Kompensasi kerugian
Rp                    0,00
Penghasilan Kena Pajak
Rp    200.000.000,00
      
Penghitungan Pajak Penghasi
lan terutang:
a.
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:

Rp4.800.000.000,00  x Rp200.000.000,00 = Rp160.000.000,00
Rp6.000.000.000,00
b.  
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp200.000.000,00 - Rp160.000.000 = Rp40.000.000,00

Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun 2015 :
a.
50% x 25% x Rp160.000.000,00  
=  Rp20.000.000,00 
b.  
25% x Rp40.000.000,00          
=  Rp10.000.000.00

Jumlah Pajak Penghasilan terutang
=  Rp30.000.000,00




C.   SOAL LATIHAN/TUGAS
1.      Jelaskan ruang lingkup PPh Pasal 25 secara umum!
2.      Tuan X merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan usaha perdagangan ritel yang memiliki 1 (satu) tempat kegiatan usaha dan memulai usahanya pada bulan Juli 2016. Peredaran bruto pada bulan Juli 2016 sebesar Rp750.000.000,00. Berapa besar angsuran PPh pasal 25 pada bulan Juli 2016?
3.      PT Indonesia Jaya Tbk berdasarkan laporan keuangan berkala bulan Januari - Juni 2016 diketahui sbb:
Peredaran Bruto Januari-Juni 2016               Rp 70.000.000.000,00
Laba Fiskal Januari - Juni 2016                     Rp 50.000.000.000,00
PPh pasal 22 impor tahun 2015                    Rp 75.000.000,00
PPh pasal 23 dipungut pihak lain 2015        Rp 30.000.000,00
PPh Pasal 24 tahun 2015                             Rp 100.000.000,00
Berapa besar angsuran PPh pasal 25 pada bulan Juli 2016?

















D.   DAFTAR PUSTAKA
Siti Resmi. 2016. Buku 1: Edisi 9. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

Waluyo.2013. Buku I: Edisi 11. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan..

     Peraturan Menteri Keuangan No. 208/ PMK.03/ 2009 Tentang  Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/Pmk.03/2008 Tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa Dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran     Bruto Tertentu.

Ortax.org, 2016. Tarif dan Fasilitas PPh Badan 2016 (on-line) , http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=79, diakses tanggal 25 Agustus 2016

Bppk Kementerian Keuangan.go.id. 2014. Perhitungan angsuran pph pasal 25 bagi wajib pajak menurut PMK no. 208/PMK.03/2009 (online). http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/20237-penghitungan-angsuran-pph-pasal-25-bagi-wajib-pajak-menurut-peraturan-menteri-keuangan-nomor-208-pmk-03-2009 diakses tanggal 25 Agustus 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perhitungan PPh Pasal 21 Atas Honorarium Tenaga Ahli Yang Diterima Secara Berkesinambungan

Perhitungan Pph Pasal 22 Atas Bendaharawan Pemerintah Dan Industri Tertentu Yang Ditunjuk Sebagai Pemungut

PPh Pasal 4 Ayat 2 (Umum /Perhitungan)