PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan)
A.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai PPh
Pasal 25 (Umum /Perhitungan), Anda harus mampu:
1.1
Memahami Definisi PPh Pasal 25, Subjek PPh Pasal 25 dan Tarif
PPh Pasal 25
1.2
Memahami Perhitungan pajak terhutang untuk perusahaan yang go
publik
1.3
Menghitung kredit pajak
1.4
Menghitung PPh Pasal 25
B.
URAIAN MATERI
Tujuan
Pembelajaran 1.1:
|
Memahami Definisi PPh Pasal 25, Subjek
PPh Pasal 25 dan Tarif PPh Pasal 25
|
·
Definisi PPh Pasal 25
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut Undang-Undang PPh) pada pasal 25 mengatur penghitungan
angsuran Pajak Penghasilan.Ketentuan ini mengatur tentang penghitungan besarnya
angsuran bulanan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun
berjalan. Pasal 25 ayat 1 Undang-Undang PPh menjelaskan ketentuan besarnya
angsuran PPh yaitu: “Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
a.
Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22; dan
b.
Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri
yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua
belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak."
PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh
dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
setiap bulan. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan
yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
yang lalu, setelah dikurangi dengan PPh yang telah dipotong/dipungut oleh pihak
lain dan PPh yang terutang/dibayar diluar negeri yang dapat dikreditkan; dibagi
12 (dua belas)
Bagi wajib pajak yang baru pertama kali
memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak
berjalan (Wajib Pajak baru), besarnya Angsuran PPh Pasal 25 dihitung
berdasarkan Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum
atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
Batas waktu pembayaran PPh pasal 25
adalah setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Apabila tanggal 15 jatuh pada hari
libur, maka pembayaran Phh Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Sedangkan batas untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah 20 hari setelah
berakhirnya masa pajak (tgl 20 bulan berikutnya). Apabila tanggal 20 jatuh pada
hari libur, maka pelaporan harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Hari
libur meliputi hari libur nasional dan hari-hari yang ditetapkan sebagai hari
cuti bersama oleh pemerintah.
Bagi Wajib Pajak Badan selain yang
bergerak dibidang usaha pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, apabila
melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan wajib menyetor
PPh yang terutang atas pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. Besarnya
PPh yang terutang adalah 5% dari nilai tertinggi antara nilai transaksi dengan
nilai NJOP. PPh yang terutang atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan merupakan uang muka pajak yang dapat dikreditkan dalam PPh Badan pada
akhir tahun Setelah berakhirnya tahun pajak, Wajib pajak diwajibkan untuk
menyampaikan SPT Tahunan (SPT Tahunan PPh Badan – SPT 1771). SPT Tahunan paling
lambat disampaikan 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak/tahun buku.
Definisi atau pengertian PPh Pasal 25
Menurut Waluyo dan Wirawan B. Ilyas dalam buku yang berjudul Perpajakan
Indonesia, menyatakan bahwa PPh Pasal 25 adalah:
“Pajak Penghasilan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulannya dalam tahun pajak berjalan. Dan
angsuran pajak penghasilan pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit
pajak terhadap pajak yang terhutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada
akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak
Penghasilan”.(2002,;204)
Sedangkan definisi PPh Pasal 25 menurut Siti
Resmi dalam buku yang berjudul Perpajakan: Teori dan Kasus, menyatakan
bahwa PPh Pasal 25 adalah:
“Pajak Penghasilan Pasal 25, selanjutnya
disebut PPh Pasal 25, merupakan angsuran merupakan angsuran yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun berjalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang 7 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Tujuan Pembayaran angsuran
setiap bulan itu sendiri dimaksudkan untuk meringankan beban pajak dalam
membayar pajak terutang (2003;74)
Pengertian PPh Pasal 25 # Subyek Pajak
Badan
Definisi atau pengertian subyek pajak
badan menurut Mardiasmo, dalam buku yang berjudul Perpajakan. Menyatakan bahwa
subyek pajak badan adalah:
“Badan adalah sekumpulan orang dan atau
modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer
(CV), dan Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi,
koperasi dana pensiun, persekutuan, perkumpulan , yayasan, organisasi masa,
organisasi sosial politik, atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha
tetap, dan bentuk badan lainnya.”(2003;105-106)
Subjek Pajak Badan merupakan perusahaan
dengan penghasilan yang telah melebihi Penghasilan Kena Pajak (PKP), yang
perhitungan pemungutan pajaknya telah ditetapkan dengan Undang-Undang, dan
Wajib Pajak nya harus mematuhi peraturan, yang wajib dan memaksa, tanpa
dikenakan imbalan secara langsung. Hasilnya digunakan untuk kemakmuran rakyat.
·
Subjek Pajak Badan PPh Pasal 25
Subyek Pajak Badan dibedakan menjadi:
a. Subyek Pajak Dalam Negeri
Definisi atau pengertian subjek pajak
dalam negeri menurut Mardiasmo, dalam buku yang berjudul Perpajakan. Menyatakan
bahwa subyek pajak dalam negeri adalah:
“Badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia. Kewajiban pajak subyektifnya dimulai pada saat badan
tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat
badan tersebut dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.”
(2003;106)
Merupakan perusahaan yang didirikan dan
berkedudukan di Indonesia, menerima penghasilan dari Indonesia dan dari luar
Indonesia, dengan peraturan dan tata cara perpajakan yang disahkan di
Indonesia. Dan wajib menyampaikan SPT tahunan.
b. Subyek Pajak Badan Luar Negeri
Definisi atau pengertian subjek pajak
luar negeri menurut Mardiasmo, dalam buku yang berjudul Perpajakan. Menyatakan
bahwa subjek pajak dalam negeri adalah:
“Badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh atau menerima penghasilan di
Indonesia baik melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) maupun tidak.” (2003;106)
Merupakan perusahaan yang tidak
didirikan dan berkedudukan di Indonesia, menerima penghasilan dari Indonesia
dengan peraturan dan tata cara perpajakan yang disahkan di Indonesia, dengan
perjanjian dengan negara asal Perusahaan tersebut.
·
Ketentuan Tarif dan Fasilitas PPh Badan
a. Pasal 17 ayat 1 huruf b
Pada dasarnya tarif PPh Badan menganut
tarif tunggal yaitu sebesar 28%. Tarif
ini berlaku pada tahun 2009 kemudian diturunkan menjadi 25% pada tahun 2010.
Tarif PPh Badan sebesar 25% efektif berlaku untuk tahun 2010 dan seterusnya.
Tarif ini diterapkan kepada Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha
tetap.
b. Pasal 17 ayat 2b
Tarif ini diterapkan pada wajib pajak
badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang memperoleh pengurangan tarif sebesar 5%
lebih rendah dari tarif normal. Untuk mendapatkan fasilitas pengurangan tarif
ini Wajib Pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
·
paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah
keseluruhan saham yang disetor dicatat untuk diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia
·
Saham sebagaimana dimaksud point a harus dimiliki oleh paling
sedikit oleh 300 (tiga ratus) Pihak.
·
Masing-masing Pihak sebagaimana dimaksud dalam point b hanya
boleh memiliki saham kurang dari 5% (lima persen) dari keseluruhan saham yang
ditempatkan dan disetor penuh
·
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan
huruf c harus dipenuhi dalam waktu paling singkat 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari kalender dalam jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
c.
Tarif PPh Wajib Pajak Tertentu
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan
peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen)
dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a)
yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Ketentuan-ketentuan Pasal 31 E UU No. 36
tahun 2008 sebagai berikut:
a.
Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31E ayat (1) Undang- Undang Pajak Penghasilan dilaksanakan dengan cara self
assessment pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Badan, sehingga Wajib Pajak badan dalam negeri tidak perlu
menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut.
b.
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak luar negeri,
sehingga tidak mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
c.
Batasan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah) adalah sebagai batasan maksimal peredaran bruto yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri untuk dapat memperoleh
fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1)
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
d.
Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E
ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan merupakan semua penghasilan yang
diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha,
setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai
dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, meliputi:
1)
penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final;
2)
penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat
final; dan
3)
penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
e.
Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut bukan merupakan pilihan,
sehingga bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang memiliki akumulasi peredaran
bruto sebagaimana dimaksud pada huruf d di atas sampai dengan Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah), tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri tersebut wajib
mengikuti ketentuan pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat
(1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
f.
Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan ini berlaku untuk penghitungan
Pajak Penghasilan Terutang atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari
penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final.
g.
Untuk menghitung besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun
berjalan, Wajib Pajak badan dalam negeri yang telah memenuhi persyaratan
fasilitas pengurangan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan wajib menggunakan tarif Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
Ketentuan Perhitungan Pasal 31E:
|
||
a.
|
Peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,-
|
|
b.
|
Peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,-
sampai dengan Rp 50.000.000.000,-
PPh terutang :
![]() PKP dari bagian bruto yang memperoleh fasilitas: Rp 4,8 Miliar x PKP Peredaran Bruto PKP dari bagian bruto yang tidak memperoleh fasilitas : Keseluruhan PKP – PKP yang memperoleh fasilitas |
Tujuan
Pembelajaran 1.2:
|
Memahami Perhitungan pajak terhutang untuk perusahaan
yang go publik
|
Besarnya
angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib
Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan
berkala, penghitungannya diatur pada Pasal 5 PMK 208/ PMK.03/ 2009 yaitu
sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan
dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal
23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak
yang lalu, dibagi 12.
Contoh penghitungan:
PT
ACI Tbk berdasarkan laporan keuangan berkala bulan Januari - Juni 2014
diketahui sbb:
Peredaran Bruto Januari-Juni 2014 Rp 60.000.000.000,00
Laba Fiskal Januari - Juni 2014 Rp 20.000.000.000,00
PPh pasal 22 impor tahun 2013 Rp 100.000.000,00
PPh pasal 23 dipungut pihak lain
2013 Rp 70.000.000,00
PPh Pasal 24 tahun 2013 Rp 300.000.000,00
Penghitungan angsuran PPh pasal 25 pada
bulan setelah penyampaian laporan berkala adalah :
Peredaran bruto setahun 2 x Rp
50.000.000.000,00 = Rp 100.000.000.000,00.
Karena peredaran bruto setahun di atas
Rp 50.000.000.000,00, maka terhadap PT ACI tidak mendapat fasilitas pasal 31 E
Undang-Undang PPh dalam menghitung Pajak Penghasilan terutang.
Laba Fiskal Januari-Juni 2014 Rp 20.000.000.000,00
Laba Fiskal tahun 2014 (setahun) Rp 40.000.000.000,00
PPh Terutang :
25% x Rp 40.000.000.000,00 = Rp 10.000.000.000,00
Kredit Pajak:
PPh pasal 22 impor tahun 2013 Rp 100.000.000,00
PPh pasal 23 dipungut pihak lain
2013 Rp 70.000.000,00
PPh Pasal 24 tahun 2013 sebesar Rp 300.000.000,00
Jumlah Kredit Pajak Rp 470.000.000,00
PPh Badan yang harus bayar sendiri Rp 9.530.000.000,00
Angsuran PPh pasal 25 bulan Juli sampai
Desember 2014 : Rp 9.530.000.000,00 / 12 = Rp 794.166.666,00
Contoh 2:
Pada tahun 2015 saham PT. Y Tbk. yang
disetor dicatat untuk diperdagangkan dibursa efek di Indonesia sebesar 60%.
Saham yang disetor dicatat untuk diperdagangkan dibursa efek di Indonesia
tersebut dimiliki oleh 400 pihak. Diantara 400 pihak, Masing-masing pihak
persentase kepemilikannya tidak melebihi 5%, Kondisi tersebut terjadi selama
190 (seratus delapan puluh dua) hari dalam 1 (satu) tahun pajak.
PT. Y Tbk memenuhi syarat, sehingga PT. Y Tbk memperoleh
fasilitas penurunan tarif.
Jumlah PKP dalam tahun pajak 2015 Rp 1, 25 Miliar
PPh yang terutang = (25% - 5%) x Rp1,25 Miliar = Rp 250 Juta
Tujuan
Pembelajaran 1.3:
|
Menghitung Kredit Pajak
|
Contoh:
PT Bank X berdasarkan laporan keuangan triwulan Januari -
Maret 2014 diketahui memperolah laba fiskal sebesar Rp5.000.000.000,00. PPh
Pasal 24 tahun 2013 sebesar Rp400.000.000,00.
Hitunglah jumlah angsuran PPh pasal 25 pada triwulan II
(April – Juni 2014).
Jawaban:
Penghitungan angsuran PPh pasal 25 pada triwulan II (April –
Juni 2014) didasarkan pada laporan keuangan triwulan terakhir yaitu triwulan I
(Januari-Maret 2014).
Diasumsikan bahwa peredaran bruto triwulan I setahun di atas
Rp 50.000.000.000,00, maka terhadap PT Bank X tidak mendapat fasilitas pasal 31
E Undang-Undang PPh dalam menghitung Pajak Penghasilan terutang.
Laba Fiskal yang disetahunkan : 4 x Rp5.000.000.000,00 = Rp
20.000.000.000,00
PPh Terutang : 25% x Rp20.000.000.000,00 = Rp5.000.000.000,00
Kredit Pajak Pasal 24 tahun 2013 (Rp 400.000.000,00)
PPh yang harus dibayar sendiri Rp4.600.000.000,00
Angsuran PPh pasal 25 bulan April 2014 : Rp4.600.000.000,00 /
12 = Rp 383.333.333,00
Selanjutnya penghitungan angsuran PPh pasal 25 pada triwulan
III (Juli-September) didasarkan pada laporan keuangan triwulan II (April-Juni).
Tujuan
Pembelajaran 1.4:
|
Menghitung PPh Pasal 25
|
Contoh penghitungan:
Contoh 1:
Jumlah Peredaran Bruto Tahun 2015 Rp
54.000.000.000,-
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Tahun 2015
Rp 4.000.000.000,-
PPh Badan Terutang = 25% x Rp
4.000.000.000,- = Rp Rp 1.000.000.000,-
Contoh 2:
|
Penghitungan Pajak Penghasilan terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak dikenai tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT A tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak 2015:
50% x 25% x Rp100.000.000,00 = Rp12.500.000.00
Contoh penghitungan 3 :
Total peredaran bruto PT B dalam Tahun Pajak 2015 sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Rinciannya adalah sebagai berikut:
a.
|
Peredaran bruto dari penghasilan
yang:
|
|||||||||||||||
b.
|
Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan yang:
|
|||||||||||||||
c.
|
|
|||||||||||||||
d.
|
Koreksi fiskal :
|
|||||||||||||||
e.
f. g. |
|
Penghitungan Pajak Penghasilan terutang:
a.
|
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari
bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
|
|
Rp4.800.000.000,00 x Rp200.000.000,00 =
Rp160.000.000,00
Rp6.000.000.000,00 |
b.
|
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari
bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp200.000.000,00 - Rp160.000.000 = Rp40.000.000,00 |
Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun 2015 :
a.
|
50% x 25% x Rp160.000.000,00
|
= Rp20.000.000,00
|
b.
|
25% x Rp40.000.000,00
|
= Rp10.000.000.00
|
|
Jumlah Pajak Penghasilan terutang
|
= Rp30.000.000,00
|
C.
SOAL LATIHAN/TUGAS
1.
Jelaskan ruang lingkup PPh Pasal 25 secara umum!
2.
Tuan X merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
usaha perdagangan ritel yang memiliki 1 (satu) tempat kegiatan usaha dan
memulai usahanya pada bulan Juli 2016. Peredaran bruto pada bulan Juli 2016
sebesar Rp750.000.000,00. Berapa besar angsuran PPh pasal 25 pada bulan Juli
2016?
3.
PT Indonesia Jaya Tbk berdasarkan laporan keuangan berkala
bulan Januari - Juni 2016 diketahui sbb:
Peredaran
Bruto Januari-Juni 2016 Rp 70.000.000.000,00
Laba
Fiskal Januari - Juni 2016
Rp 50.000.000.000,00
PPh
pasal 22 impor tahun 2015
Rp 75.000.000,00
PPh
pasal 23 dipungut pihak lain 2015
Rp 30.000.000,00
PPh
Pasal 24 tahun 2015
Rp 100.000.000,00
Berapa
besar angsuran PPh pasal 25 pada bulan Juli 2016?
D.
DAFTAR PUSTAKA
Siti
Resmi. 2016. Buku 1: Edisi 9. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba
Empat.
Waluyo.2013.
Buku I: Edisi 11. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
Tentang Pajak Penghasilan..
Peraturan
Menteri Keuangan No. 208/ PMK.03/ 2009 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/Pmk.03/2008 Tentang
Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan
Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan
Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk
Bursa Dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat
Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang Pajak
Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib
Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu.
Ortax.org, 2016. Tarif dan Fasilitas PPh Badan 2016 (on-line) , http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=79, diakses tanggal 25 Agustus 2016
Bppk Kementerian Keuangan.go.id. 2014.
Perhitungan angsuran pph pasal 25 bagi wajib pajak menurut PMK no.
208/PMK.03/2009 (online). http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/20237-penghitungan-angsuran-pph-pasal-25-bagi-wajib-pajak-menurut-peraturan-menteri-keuangan-nomor-208-pmk-03-2009 diakses tanggal 25 Agustus 2016.
Komentar
Posting Komentar